Jumat, 23 November 2012

Proses Penyiaran Dakwah Terhadap Aktivitas Masyarakat dalam Meningkatkan Sumber Daya Lingkungan


Kesadaran beragama merupakan merupakan sebuah dorongan yang muncul dari  individu tersebut untuk senantiasa melaksanakan aktivitas-aktivitas keagamaan. Dengan kesadaran yang dimiliki ini diharapkan akan timbul sikap-sikap dan tingkah laku yang sesuai dengan agama yang dipeluknya. Kesadaran beragama selain didorong oleh faktor-faktor individu juga oleh lingkungan sekitar.
Dalam ajaran Islam, berdakwah kepada sesama muslim lainnya merupakan sebuah kewajiban bagi setiap orang. Kalau saja kewajiban itu kita abaikan, maka tidak menutup kemungkinan kehidupan umat akan hancur, yang akan berakibat pada merajalelanya kejahatan dan rusaknya pergaulan dalam masyarakat. Dakwah pada esensinya merupakan proses penyebar luasan nilai-nilai ajaran Islam ditengah kehidupan masyarakat dengan menggunakan metode tertentu.
Sekarang disaat kita memasuki era globalisasi dan informasi, kegiatan dakwah telah menjadi sebuah kebutuhan yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Kegiatan dakwah pada masa kini cukup mendapat tempat dan perhatian di hati masyarakat, ungkapan-ungkapan “dakwah” menjadi lebih populer. hal ini ditandai dengan semakin bermunculan kegiatan-kegiatan pengajian baik yang diadakan oleh individu, organisasi, pemerintah, atau instansi lainnya.
 Aktivitas dakwah tidak hanya sekedar dilakukan di mushola, langgar, surau atau masjid seperti dulu. Tetapi, kegiatan dakwah  dewasa ini sudah masuk ke kota-kota besar, desa-desa malah karena pesatnya dakwah saat ini telah menembus kepedalaman, ke rumah-rumah, perusahaan-perusahaan sampai ke media televisi sehingga masyarakat dapat meyaksikannya dirumah selagi santai.
Kegiatan dakwah disamping berperan sebagai salah satu media penataran, pendidikan, pembinaan, dan pengembangan Islam juga berperan sebagai sarana pembentuk karakter, sikap, ketahanan mental, solidaritas sosial dan kesadaran agama. Dalam melaksanakan proses dakwah, banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah lingkungan. Keberadaan dakwah akan selalu bersentuhan dengan realitas yang mengintarinya.
Sebagai diketahui aktivitas dakwah pada awalnya hanyalah merupakan tugas sederhana yakni kewajiban untuk menyampaikan apa yang diterima dari Rasulullah, walaupun hanya satu ayat. Hal ini dapat dipahami sebagaimana yang ditegaskan oleh hadits Rasulullah SAW. “ Ballighu ‘ anni walau ayat.” Inilah yang membuat aktivitas dakwah boleh dan harus dilakukan oleh siapa saja yang mempunyai rasa keterpanggilan untuk menyebarkan niali-nilai Islam. Itu  sebabnya aktifitas dakwah harus berangkat dari kesadaran pribadi yang dilakukan oleh orang per orang dengan kemampuan minimal dari siapa saja yang dapat melakukan dakwah tersebut.
Dakwah adalah kewajiban setiap muslim yang harus dilakukan muslim secara  berkesinambung, yang bertujuan akhir mengubah perilaku manusia berdasarkan pengetahuan dan sikap yang benar, yakni untuk membawa manusia mengabdi kepada Allah Swt secara total, mencintai Allah dan Rasul mereka lebih daripada kecintaannya mereka pada diri mereka sendiri seperti yang ditunjukan para sahabat Nabi.
Masyarakat adalah kumpulan sekian banyak individu kecil atau besar yang terikat oleh satuan, adat ritus atau hukum khas dalam hidup bersama. Sedangkan masyarakat dalam perspektif Islam, Ada banyak kata yang dipergunakan di dalam Al-Qur'an untuk menunjukkan kepada masyarakat atau kumpulan manusia, antara lain : Qawm, ummah,syu'ub dan qabail. Di samping itu Al-Qur'an juga memperkenalkan masyarakat dengan sifat-sifat tertentu seperti al-mala', al- mustakbirun, al-mustadh'afun dan lain-lain. Al-Qur'an banyak sekali berbicara tentang masyarakat, hal ini disebabkan karena fungsi utama kitab suci ini adalah mendorong lahirnya perubahan perubahan positif di dalam masyarakat.
Karena itu tidak berlebihan jika dikatakan bahwa, "Al-Qur'an adalah kitab/buku pertama yang memperkenalkan hukum-hukum kemasyarakatan ".Islam juga mengakui akan kelompok-kelompok manusia dan suku bangsa akibat pengaruh alam dan sosio-budaya. Dalam Islam konsep masyarakat disebut "Ummat (masyarakat Islam) yang mempunyai arti sangat luas tanpa dibatasi oleh suku, ras, golongan,kedudukan dan pangkat, kecuali agama.
Perbedaan antara mereka adalah tidak terletak pada kemanusiaannya, akan tetapi pada tingkat ketaqwaannya pada Allah ".Dalam perspektif Islam setiap masyarakat pasti memiliki ciri khas dalam pandangan hidupnya. Mereka melangkah berdasarkan kesadaran tentang hal tersebut. Inilah yang melahirkan watak dan kepribadian serta prilaku yang khas.

“Iin Nuraeni”


Ibu adalah pencetak pemimpin hebat


Ketika menggambarkan seorang sosok ibu, pastilah kita teringat kepada sosok wanita yang berani menaruhkan nyawanya untuk anaknya. Beliaulah mengandung kita selama sembilan bulan tanpa rasa mengeluh karena keberatan atau apalah beliaulah yang sanggup memberikan segalanya untuk kita anaknya.
Ketika Al-Quran menempatkan kewajiban berbuat baik kepada orang tua khususnya kepada seorang ibu, ibu dalam Al-Quran ditempatkan pada urutan kedua setelah kewajiban taat kepada Allah, bukan hanya disebabkan ibu memikul beban yang berat saat mengandung, melahirkan, dan menyusui anaknya. Tetapi juga karena ibu dibebani tugas menciptakan pemimpin-pemimpin umat.
Fungsi dan peranan inilah yang menjadikannya sebagai umm atau ibu. Dan demi suksesnya fungsi tersebut, Tuhan menganughrahkan kepada kaum ibu atau kaum  wanita struktur biologis dan ciri psikologis yang berbeda dengan kaum bapak/seorang pria. Peranan ibu sebagai pendidik generasi bukanlah sesuatu yang mudah. Peranan itu tidak dapat diremehkan atau dikesampingkan. Namun demikian, ini bukan berarti bahwa seorang ibu harus terus- menerus berada di rumah  dan  tidak mengikuti perkembangan. Juga, pada saat yang sama, ia tidak berarti bahwa mereka harus menelusuri jalan yang ditempuh oleh kaum bapak.
“Ibu” dalam bahasa Al-Quran dinamai dengan umm. Dari akar kata yang sama dibentuk kata iman (pemimpin) dan ummat. Kesemuanya bermuara pada makna “yang dituju” atau “yang diteladani”, dalam arti pandangan harus tertuju pada umat, pemimpin, dan ibu untuk di teladani. Umm atau “ibu” melalui perhatiannya kepada anak serta keteladanannya, serta perhatian kepada anaknya, dapat menciptakan pemimpin-pemimpin dan bahkan dapat membina umat. Sebaliknya, jika yang melahirkan seorang anak tidak berfungsi sebagai umm, maka umat akan hancur dan pemimpin (imam) yang wajar untuk  diteladani pun tidak akan lahir.
Maurice Bardeche, pernah mengemukakan, sebagai pakar dari negara Prancis yang dinilai sebagai pelopor yang mengumandangkan semboyan “ kebebasan” dan persamaan”,  dalam bukunya, Histoire des Femmes, memperingatkan : ” Janganlah hendaknya kaum ibu meniru kaum bapak atau ayah, karena jika demikian akan lahir jenias ketiga dari manusia.
Apa yang dikemukakan oleh Maurice Bardeche bukan berarti bahwa kaum ibu harus terus-menerus berada di rumah, siap menanti kedatangan suami dan anak-anaknya kembali ke rumah. Menyiapkan makan, membersihkan rumah dan mengurusi anak-anaknya, karena sesungguhnya itu bukan itu yang menjadi tugas pokoknya.
Walaupun kita tidak sepenuhnya sependapat dengan ulama besar kenamaan, Ibnu Hazm (384-456 H), Tidak ada salahnya untuk menguntip pendapatnya ; “ Baik dan terpuji apabila seorang ibu dan istri melayani suaminya, membersihkan dan mengatur rumah tempat tinggalnya, tetapi itu bukan merupakan kewajibannay. Makanan dan pakaian yang telah siap dan terjahit  untuknya justru menjadi kewajiban seorang baapk yang mewajibkan.
Agaknya, ketika ulama besar ini mengemukakan  pendapatnya ini seribu tahun yang lalu, dan yang diidamkan oleh pelopor emansipasi, beliau ingin menekankan pentingnya kewajiban ibu dalam mendidik anak-anaknya. Karena hanya seorang ibulah yang mengetahui apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh anak-anaknya.
Oleh karena itu, sebagai anak, kita berkewajiban mengingat jasa-jasa ibu: Seteguk ASI yang pernah kita minum setiap hari saat kita masih bayi hingga beranjak balita, setetes keringat yang pernah mengalir dan tercurahkannya saat beliau merawat kita dari kita lahir hinga kita dewasa bahkan hingga beliau menutup mata, seuntai kalimat bimbingan yang pernah disampaikan kepada kita sebagai anaknya sebagai pedoman hidup, doa-doa yang keluar dari bibir indahnya, doa yang tertuju hanya untuk anak-anaknya tersayang beliau lakukan setiap saat beliaulah orang yang takkan pernah kenal lelah mendoakan kita agar kita menjadi anak-anak yang berguna bagi nusa bangsa dan agama. Dari kesemua yang pernah beliau berikan kepada kita tidak mungkin kita imbangi atau terbalas dengan harta dan tahta yang kita miliki.
Sebagai anak kita harus berterima kasih dan mendoakan yang terbaik untuk kedua orang tua kita terutama ibu yang telah memberikan segalanya kepada kita tak luput pula kepada sosok pria yang menghabiskan waktunya untuk menafkahkan istri dan anaknya. Semoga prang tua kita senantiasa di beri perlindungan oleh Allah Swt.Amiin
“Iin Nuraeni”

Belajar menilai dan mendekati orang-orang yang kekurangan


Pernahkah kita mendekatkan diri kita kepada orang-orang yang kekurangan diantara kita, kalo pernah, apa yang akan kita lakukan dengan kedekatan itu tersebut. Melihatnya sebagai rekan atau mungkin mengasihinya selayaknya orang yang kurang memiliki apa yang kita miliki kini.
Ketika kita membicarakan orang-orang yang kekurangan tentulah yang tergambar dala benak kita yakni biasanya sosok orang yang bertampang kumal, rambut panjang yang tak terawatt terkadal gimbal karena tercampur debu dan kotoran yang melekat, pakaian compang-camping karena malas ganti baju dan mungkin tidak ada baju ganti baju lagi, sedang berdiri atau duduk di pinggir jalan dengan mangkuk yang kotor mengadah ke atas langit seraya meminta pertolongan kepada Tuhan dan meminta balas kasihan kepada setiap orang yang melihatnya, tak sedikit diantara mereka atau bahkan mereka sengaja berseru kepada setiap orang yang berlalu lalang dijalanan “ beri saya uang, saya belum makan dari kemarin.”
Gambaran ini tidak keseluruhan salah dan tidak keseluruhannya benar. Semua itu cukup mendeskripsikan orang-orang disekitar kita yang siap menerima bantuan kita. Saudara kita tersebut  adalah orang yang biasa kita sebut dengan pengemis, kita peasti sadar dan tahu bahwa di sekeliling kita masih banyak orang yang kekurangan. Bahkan orang yang kita anggap sekalipun, belum tentu mereka tidak kekurangan. Memang, jika diukur dari sisi harta kekayaan, seorang jutawan atau milyader tidak merasa kekurangan. Tapi belum tentu dalam hal lain, banyak diantara mereka yang menjadi orang “miskin”.
Orang yang tidak mampu acapkali kita meyebutnya sebagai seorang  pengemis, jelas bila seorang pengemis disebut orang yang kekurangan materi . pada dasarnya mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sebenarnya kekurangan materi adalah tidak mampu memnuhi kebutuhan hidup sendiri apalagi menghidupi seluruh anggota keluarga.  Sebenarnya bila demikian kita pun dapat menggambarkan seorang bayi orang kaya bisa dikategorikan sebagai kekurangan materi. Sebab, is tidak memiliki pekerjaan yang menghasilkan uang. Tapi masalahnya adalah , kebutuhan bayi orang kaya pasti telah dicukupi oleh kedua orang tuanya.
Apabila kita membicangkan kekurangan materi, pikiran kita biasanya langsung mengkaitkannya dengan harta, padahal harta bukan satu-satunya materi. Harta juga mencangkup seluruh benda yang berkaitan dengan seseorang, kelengkapan anggota tubuh misalnya,. Jadi orang yang cacat yang salah satu anggota tubuhnya tidak berfungsi , bisa juga dikatakan sebagai orang yang kekurangan materi. Penderita tunanetra yang tidak dapat melihat atau bahkan tunarungu dapat di kategorikan orang yang kekurangan fisik (materi).
Sebenarnya dalam konteks yang lebih luas , kekurangan hakikatnya tidak hanya berhubungan dengan materi semata, ada juga kekurangan yang bernuansa imateri yang bersifat abstrak, yaitu kekuraan ilmu. Apabila kita mengamati, kita pasti akan menemukandengan mudah orang yang kekurangan ilmu agama, ada yang kekurangan ilmu mengenai kesehatan, tentang lingkungan atau bahkan tenatang ilmu-ilmu lainnya. Bahkan bukan tidak mungkin kita sendiri termasuk dalam golongan orang-orang yang kekurangn ilmu pengetahuan.
Seperti yang kita ketahui Jepang terkenal sebagai negara yang paling makmur di dunia, penghasilan rata-rata penduduknya jauh diatas negara kita.tetapi anehnya justru dibalik negara yang kaya ini tingkat bunuh diri juga paling tingi di dunia.
Memilih jalan pintas bunuh diri ini membuktikan bahwa materi atau kesuksesan tidak selalu menjamin akan datangnya suatu kebahagiaan. Dalam mengarungi perjalanan hidup, selain materi dan ilmu pengetahuan, spritualitas merupakan instrument yang harus dimiliki seseorang dalam mengarungi kehidupan. Jika agama adalah tubuh maka spiritual merupakan ruhnya. Nilai-nilai spiritual sejatinya bersifat universal, walaupun biasanya terserap melalui ajaran agama yang dianut seseorang. Bagi yang beragama Islam , sudah barang tentu nilai spiritual yang dianut adalh nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran dan Hadits. Nilai spiritual ini memiliki kekuatan yang lebih dahsyat dibandingkan dengan kekuatan manapun dalam hidup.  Alangkah baiknya kita mencerna semuanya menjadi nial-nilai dan pedoman bagi hidup kita dalam menilai sesuatu. Amin
“Iin Nuraeni”

“Rahasia dibalik suara Adzan”


Lima kali dalam sehari adzan berkumandang disekitar kita, baik memang terdengar atau tidak. Tak heran jika panggilan shalat itu terasa sangat biasa bagi kita, padahal selain fungsi tersebut banyak hal yang bisa kita dapat darinya.
Dulu ketika duduk di bangku kelas enam sekolah dasar, sarah selalu menyimak kumandang adzan dzuhur secara hikmat. Kebetulan sarah bersekolah di sekolah islam sehingga setiap adzan berkumandang sang guru akan otomatis akan memberhentikan pelajaran sementara. Hal ini sudah menjadi bagian dari peraturan sekolah. Anak-anak lantas diajakan bagaimana adzan seharusnya di jawab
Menginjak SMA, masih di sekolah yang sama, sarah dan teman-temannya sering mempergunakan kesempatan untuk memejamkan mata, beristirahat sejenak dari konsentrasi terhadap pelajaran. Kadang mereka malah tertidur, entah karena terbuai merdunnya suara adzan atau karena lelah hampir sepanjang hari menghadapi angka dan rumus. Maklum kelas mereka adalah kelas IPA, dimana hampir delapan puluh persen pelajarannya berkaitan dengan angka.
Sepuluh tahun berlalu kini sarah bekerja sebagai konsultan junior di sebuah kantor konsultan. Ia sangat bersyukur mendapatkan tempat kerja yang kondusif. Sebagian besar karyawan seideologi dengannya,  fasilitas kantor juga menyediakan musholla secara khusus, tidak sekedar ada, sehingga sebagai seorang muslimah sarah bisa menunaikan kewajibanya dengan nyaman.
Berada dilantai dua puluh sebuah gedung pencakar langit, suara adzan tidak terdengar dikantor sarah. Beruntung secara inisiatif pengurus musholla yang juga coordinator office boy dikantor itu selalu mengumandagkan adzan setiap kali masuk waktu shalat. Sayangnya berbeda dengan sepuluh tahun lalu, sarah tidak selalu sadar adanya adzan yang berkumandang. Bahkan sering kali ia merasa tidak mendengar bahwa adzan telah berkumandang. Masuknya waktu shalat diketahuinya dari jam di meja atau di dinding.
Meski hafal diluar kepala jam beberapa saja waktu shalat dimulai, kini sarah tidak lagi secara otomatis bersiap diri begitu tahu saatnya shalat. Lembaran fakta, klien, tamu, telepon rapat, hampir setiap hari pembuatnya menunaikan shalat nyaris dibatas habisnya waktu jadi jangan kan menikmati adzan secara hikmat, menyadari bahwa adzan telah berkumandang saja kin menjadi sangat sulit bagi sarah, meskipun suara iu jelas terdengar dari ujung ruanganya. Pikiran terlalu penuh dengan berbagai hal yang harus dituntaskan segera.
Suatu kali ditengah rapat yang dihadiri oleh hampir seluruh tim dikantornya, tiba-tiba sarah dikejutkan dengan suara adzan . diliriknya jam diatas wwhite board yang terpampang diujung ruang rapat, pukul 12.00 ia merasa heran, “Ternyata adzan orang yang adzan disini,” pikirannya. Tapi mengapa selama ini ia tidak pernah mendengarnya.
Seketika itu juga perasaan aneh menghinggapinya, pikirannya terhisap kemasa sepuluh tahun silam. Dimana saat ni biasanya ia dan teman-teman serta gurunya akan berdiam sejenak, mendengarkan adzan dan sedikit tertidur. Lalu tak sampai sepuluh menit setelah itu anak-anak akan segera keluar kelas. Mengambil air wudhu lalu menuju masjid yang memang ada dilingkunagan sekolah, bersiap untuk solat berjamaah.
Bagaimana dengan sekarang? Saat ini ia ada di tengah rapat yang terus berlangsung. Pertanyaan dan saran datang silih berganti. Semua orang yang ada disana, kecuali dirinya, seakan tidak mendengar suara adzan itu. Sang pemimpin rapat terus membuka berkas-berkas yang harus mereka bahas. Jarum jam merangkak menuju angka satu,setengah dua, dua lebih lima belas menit meni. Akhirnya rapat usai juga. Seisi ruangan menghambur keluar. Ada yanga kembali kemejanya, ada yang langsung angkat telepon, dan ada juga yang sama seperti sarah, terburu-buru menuju musola!
Dalam mobil sepanjang perjalanan pulang tak urun sarah merenung. Selama ini ia dibesarkan dilingkunagan keluaraga yang peduli terhadap kehidupan beragama. Sekolah disekolah islam, aktif dalam kegiatan rohis di masjid kampus, dan bekerja dikantor yang mayoritas karyawannya muslim. Semuanya terasa hamper sempurna, kecuali satu hal. Ia merasa justru semakin jauh dari ketaatan sebagaiana seharusnya seorang muslim berlaku.
Adzan, bukan hanya sarana untuk memberi tahu bahwa waktu shalat telah tiba. Lebih dari itu ia bisa menjadi sebagai weker, pengatur jadwal kehidupan kita. Sarah merasa sudah seharunya ia mengarahkan semua kegiatanya agar selesai sebelum masuk waktu shalat. Mengatur jadwal sedemikian rupa dan berusaha sekuat tenaga menaati, menepati jadwal yang dibuat itu. Sehingga ketika adzan berkumandang ia sudah bisa berada di musholla atau paling tidak sudah mencapai tempat wudlu.
Hal ini bukan mustahil dilakukan jika saja ia merasa disiplin memulai semua aktifitasnya pada pagi hari, dan disiplin memulai pekerjaannya serta mengatur jadwal sedemikian rupa, tidak ambisius membuat beberapa janji pertemuan sekaligus, ia pasti bisa tepat waktu menepati kewajibannya datang pada sang khalik. Menikmati suara adzan, terlelap sejenak, melupakan berbagai permasalahan, berdoa dan memohon tuntunannya, untuk setelah itu segera kembali menghadapi masalah dan menuntaskannya.
Membayangkan itu semua sarah tidak bisa memaafkan dirinya atas kejadian minggu lalu .tepat pada libur 17 agustus, ia menerima ajakan temannya untuk pergi nonton ke mol. Berangkat dari rumah jam sepuluh, mereka tiba di tempat tujuan setengah jam kemudian, sepinya jalan dihari libur memang membuat perjalanan menjadi lebih cepat. Karena libur pula pemutaran film di bioskop mol itu mulai lebih dini, dan sarah setuju mengambil tiket pada pemutaran pertama, pukul 12.00, tanpa berfikir panjang.
Film dimulai setelah sebelumnya penonton diminta berdiri untuk menghormati pengibaran sang saka Merah Putih diiringi Lagu Indonesia Raya yang ditampilkan oleh layar lebar di depan mereka. Dua jam setengah  kemudian film berakhir. Sarah dan temannya keluar dari bioskop, pergi mencari mushola yang terletak jauh kebawah mal megah tersebut .
Sesampainya disana, waktu ashar telah tiba dan ia telah kehilangan satu waktu untuk berdialog dengan sang khalik. Sungguh ia merasa lalai karena tidak berusaha mendengarkan adzan. Padahal di ruang bioskop tadi, ia secara hikmat menyediakan secara lima menit waktu nya berdiri demi menghormati  pengibaran merah putih.