Pernahkah kita mendekatkan diri kita kepada
orang-orang yang kekurangan diantara kita, kalo pernah, apa yang akan kita
lakukan dengan kedekatan itu tersebut. Melihatnya sebagai rekan atau mungkin mengasihinya
selayaknya orang yang kurang memiliki apa yang kita miliki kini.
Ketika kita membicarakan orang-orang yang
kekurangan tentulah yang tergambar dala benak kita yakni biasanya sosok orang
yang bertampang kumal, rambut panjang yang tak terawatt terkadal gimbal karena
tercampur debu dan kotoran yang melekat, pakaian compang-camping karena malas
ganti baju dan mungkin tidak ada baju ganti baju lagi, sedang berdiri atau
duduk di pinggir jalan dengan mangkuk yang kotor mengadah ke atas langit seraya
meminta pertolongan kepada Tuhan dan meminta balas kasihan kepada setiap orang
yang melihatnya, tak sedikit diantara mereka atau bahkan mereka sengaja berseru
kepada setiap orang yang berlalu lalang dijalanan “ beri saya uang, saya belum
makan dari kemarin.”
Gambaran ini tidak keseluruhan salah dan
tidak keseluruhannya benar. Semua itu cukup mendeskripsikan orang-orang
disekitar kita yang siap menerima bantuan kita. Saudara kita tersebut adalah orang yang biasa kita sebut dengan
pengemis, kita peasti sadar dan tahu bahwa di sekeliling kita masih banyak
orang yang kekurangan. Bahkan orang yang kita anggap sekalipun, belum tentu
mereka tidak kekurangan. Memang, jika diukur dari sisi harta kekayaan, seorang
jutawan atau milyader tidak merasa kekurangan. Tapi belum tentu dalam hal lain,
banyak diantara mereka yang menjadi orang “miskin”.
Orang yang tidak mampu acapkali kita
meyebutnya sebagai seorang pengemis,
jelas bila seorang pengemis disebut orang yang kekurangan materi . pada
dasarnya mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sebenarnya
kekurangan materi adalah tidak mampu memnuhi kebutuhan hidup sendiri apalagi
menghidupi seluruh anggota keluarga.
Sebenarnya bila demikian kita pun dapat menggambarkan seorang bayi orang
kaya bisa dikategorikan sebagai kekurangan materi. Sebab, is tidak memiliki
pekerjaan yang menghasilkan uang. Tapi masalahnya adalah , kebutuhan bayi orang
kaya pasti telah dicukupi oleh kedua orang tuanya.
Apabila kita membicangkan kekurangan
materi, pikiran kita biasanya langsung mengkaitkannya dengan harta, padahal
harta bukan satu-satunya materi. Harta juga mencangkup seluruh benda yang
berkaitan dengan seseorang, kelengkapan anggota tubuh misalnya,. Jadi orang
yang cacat yang salah satu anggota tubuhnya tidak berfungsi , bisa juga
dikatakan sebagai orang yang kekurangan materi. Penderita tunanetra yang tidak
dapat melihat atau bahkan tunarungu dapat di kategorikan orang yang kekurangan
fisik (materi).
Sebenarnya dalam konteks yang lebih luas ,
kekurangan hakikatnya tidak hanya berhubungan dengan materi semata, ada juga
kekurangan yang bernuansa imateri yang bersifat abstrak, yaitu kekuraan ilmu.
Apabila kita mengamati, kita pasti akan menemukandengan mudah orang yang
kekurangan ilmu agama, ada yang kekurangan ilmu mengenai kesehatan, tentang
lingkungan atau bahkan tenatang ilmu-ilmu lainnya. Bahkan bukan tidak mungkin
kita sendiri termasuk dalam golongan orang-orang yang kekurangn ilmu
pengetahuan.
Seperti yang kita ketahui Jepang terkenal
sebagai negara yang paling makmur di dunia, penghasilan rata-rata penduduknya
jauh diatas negara kita.tetapi anehnya justru dibalik negara yang kaya ini
tingkat bunuh diri juga paling tingi di dunia.
Memilih jalan pintas bunuh diri ini
membuktikan bahwa materi atau kesuksesan tidak selalu menjamin akan datangnya
suatu kebahagiaan. Dalam mengarungi perjalanan hidup, selain materi dan ilmu
pengetahuan, spritualitas merupakan instrument yang harus dimiliki seseorang
dalam mengarungi kehidupan. Jika agama adalah tubuh maka spiritual merupakan
ruhnya. Nilai-nilai spiritual sejatinya bersifat universal, walaupun biasanya
terserap melalui ajaran agama yang dianut seseorang. Bagi yang beragama Islam ,
sudah barang tentu nilai spiritual yang dianut adalh nilai-nilai yang
terkandung dalam Al-Quran dan Hadits. Nilai spiritual ini memiliki kekuatan
yang lebih dahsyat dibandingkan dengan kekuatan manapun dalam hidup. Alangkah baiknya kita mencerna semuanya
menjadi nial-nilai dan pedoman bagi hidup kita dalam menilai sesuatu. Amin
“Iin
Nuraeni”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar