Jumat, 23 November 2012

Belajar menilai dan mendekati orang-orang yang kekurangan


Pernahkah kita mendekatkan diri kita kepada orang-orang yang kekurangan diantara kita, kalo pernah, apa yang akan kita lakukan dengan kedekatan itu tersebut. Melihatnya sebagai rekan atau mungkin mengasihinya selayaknya orang yang kurang memiliki apa yang kita miliki kini.
Ketika kita membicarakan orang-orang yang kekurangan tentulah yang tergambar dala benak kita yakni biasanya sosok orang yang bertampang kumal, rambut panjang yang tak terawatt terkadal gimbal karena tercampur debu dan kotoran yang melekat, pakaian compang-camping karena malas ganti baju dan mungkin tidak ada baju ganti baju lagi, sedang berdiri atau duduk di pinggir jalan dengan mangkuk yang kotor mengadah ke atas langit seraya meminta pertolongan kepada Tuhan dan meminta balas kasihan kepada setiap orang yang melihatnya, tak sedikit diantara mereka atau bahkan mereka sengaja berseru kepada setiap orang yang berlalu lalang dijalanan “ beri saya uang, saya belum makan dari kemarin.”
Gambaran ini tidak keseluruhan salah dan tidak keseluruhannya benar. Semua itu cukup mendeskripsikan orang-orang disekitar kita yang siap menerima bantuan kita. Saudara kita tersebut  adalah orang yang biasa kita sebut dengan pengemis, kita peasti sadar dan tahu bahwa di sekeliling kita masih banyak orang yang kekurangan. Bahkan orang yang kita anggap sekalipun, belum tentu mereka tidak kekurangan. Memang, jika diukur dari sisi harta kekayaan, seorang jutawan atau milyader tidak merasa kekurangan. Tapi belum tentu dalam hal lain, banyak diantara mereka yang menjadi orang “miskin”.
Orang yang tidak mampu acapkali kita meyebutnya sebagai seorang  pengemis, jelas bila seorang pengemis disebut orang yang kekurangan materi . pada dasarnya mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka. Sebenarnya kekurangan materi adalah tidak mampu memnuhi kebutuhan hidup sendiri apalagi menghidupi seluruh anggota keluarga.  Sebenarnya bila demikian kita pun dapat menggambarkan seorang bayi orang kaya bisa dikategorikan sebagai kekurangan materi. Sebab, is tidak memiliki pekerjaan yang menghasilkan uang. Tapi masalahnya adalah , kebutuhan bayi orang kaya pasti telah dicukupi oleh kedua orang tuanya.
Apabila kita membicangkan kekurangan materi, pikiran kita biasanya langsung mengkaitkannya dengan harta, padahal harta bukan satu-satunya materi. Harta juga mencangkup seluruh benda yang berkaitan dengan seseorang, kelengkapan anggota tubuh misalnya,. Jadi orang yang cacat yang salah satu anggota tubuhnya tidak berfungsi , bisa juga dikatakan sebagai orang yang kekurangan materi. Penderita tunanetra yang tidak dapat melihat atau bahkan tunarungu dapat di kategorikan orang yang kekurangan fisik (materi).
Sebenarnya dalam konteks yang lebih luas , kekurangan hakikatnya tidak hanya berhubungan dengan materi semata, ada juga kekurangan yang bernuansa imateri yang bersifat abstrak, yaitu kekuraan ilmu. Apabila kita mengamati, kita pasti akan menemukandengan mudah orang yang kekurangan ilmu agama, ada yang kekurangan ilmu mengenai kesehatan, tentang lingkungan atau bahkan tenatang ilmu-ilmu lainnya. Bahkan bukan tidak mungkin kita sendiri termasuk dalam golongan orang-orang yang kekurangn ilmu pengetahuan.
Seperti yang kita ketahui Jepang terkenal sebagai negara yang paling makmur di dunia, penghasilan rata-rata penduduknya jauh diatas negara kita.tetapi anehnya justru dibalik negara yang kaya ini tingkat bunuh diri juga paling tingi di dunia.
Memilih jalan pintas bunuh diri ini membuktikan bahwa materi atau kesuksesan tidak selalu menjamin akan datangnya suatu kebahagiaan. Dalam mengarungi perjalanan hidup, selain materi dan ilmu pengetahuan, spritualitas merupakan instrument yang harus dimiliki seseorang dalam mengarungi kehidupan. Jika agama adalah tubuh maka spiritual merupakan ruhnya. Nilai-nilai spiritual sejatinya bersifat universal, walaupun biasanya terserap melalui ajaran agama yang dianut seseorang. Bagi yang beragama Islam , sudah barang tentu nilai spiritual yang dianut adalh nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Quran dan Hadits. Nilai spiritual ini memiliki kekuatan yang lebih dahsyat dibandingkan dengan kekuatan manapun dalam hidup.  Alangkah baiknya kita mencerna semuanya menjadi nial-nilai dan pedoman bagi hidup kita dalam menilai sesuatu. Amin
“Iin Nuraeni”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar