Keluarga
(rumah tangga) merupakan unit masyarakat terkecil dalam tatanan sosial sebagai
unit awal (pondasi utama) penentu kuata atau lemahnya masyarakat yang lebih
besar lagi. Bila keluarga-keluarga yang ada dalam komunitas (masyarakat) itu
mawaddah warahmah, teratur, dan tentram (sakinah) tentu akan mewujudkan sebuah
masyarakat besar (bangsa/ negara) yag baik (khaerul ummah), teratur dan tentram
pula. Namun sebaliknya bila keluarga-keluarga yang ada dalam komunitas itu
rapuh, bobrok dan non-fungsional tentu akan mengakibatkan lemahnya suatu
masyarakat besar (bangsa/ negara) bahkan membawa pada kehancuran. Sebagai
konsekuwensi dari asumsi diatas adalah bila berobsesi untuk mewujudkan tatanan
masyarakat besar (bangsa/ negara) yang baik, aman, tentram dan sejahtera
haruslah dimulai dengan menciptakan rumah tangga (keluarga) yang mawadah dan
warahmah.
Menciptakan keluarga (rumah tangga)
yang baik dan benar (sejahtera dan bahagia) yang merupaka cita-cita hampir
setiap manusia, pada dasarnya adalah bagaimana mendayagunakan keluarga pada
dasar tujuan, fungsi dan sistem keluarga, karena tanpa menempatkan tiga dasar
diatas hanya akan mengakibatkan sebuah perkawinan (awal sebuah keluarga) yang
hampa tanpa makna kemanusiaan dan makna spiritual. Selain itu pula untuk
mewujudkan sebuah kelurga yang unit masyarakat terkecil yang bahagia itu
tentunya membutuhkan peraturan-peraturan yang khusus untuk mengayomi
anggota-anggotanya, untuk memperbaiki keadaannya, untuk menyelesaikan pertengkaran-pertengkaran
yang dihadapi oleh anggotanya (anggota keluarga), seperti juga unit masyarakat
yang lainnya.
Pada
saat ini, tidak sedikit orang yang mengabaikan aturan-aturan dalam berkeluarga,
malah beranggapan bahwa tujuan keluarga ahanyalah unutk mempertaankan komunitas
manusia (reproduksi/ seksual) atau hanya tujuan ekonomis (untuk mencapai
kekayaan), atau tujuan politis (misalnya : demi jabatan), dan sebagainya. Dari
sebagian tujuan berkeluarga seperti di sebutkan diatas tadi, hal ini
mengakibatkan makna keluarga menjadi dangkal, kering, dan hampa tujuan agung.
Cinta kasih hanyalah menjadi kata-kata belaka sebagai kemunafikan dari tujuan
tertentu misalnya eksploitasi seksual, ekonomi, dan lain-lain. Kasih sayang
menjadi barang berharga yang tak pernah ditemukan. Lebih dari itu, apabila
tujuan keluarga tersebut diatas, maka kebahagiaan hanyalah obsesi utopis
belaka.
Lebih-lebih
lagi, kehidupan keluarga (rumah tangga) dalam zaman seperti sekarang ini ketika
modernisasi, sekularisasi, dan teknikalisasi serta teknologi informasi melanda
dunia global telah semakin menyebabkan struktur rumah tangga modern goyah dan
tercerabut dari makna imanen dan transcendental. Sehingga fungsi keluarga
semakin tergeser dan tidak sedikit pada akhirnya menjadi krisis. Misalnya,
dalam kehidupan di dunia barat dan sebagian orang timur berpresepsi bahwa rumah
tangga hanyalah sekedar tempat parkir di malam hari terutama berfungsi sebagai
tempat melakukan hubungan seksual, ini semua terjadi karena telah tercabutnya
makna keagungan berkeluarga dan akibat dari semua itu kita pun sering mendengar
serta di kejutkan oleh berbagai peristiwa yang di beritakan oleh media massa
beberapa tahun terakhir adanya seorang istri yang berbuat serong, seorang suami
yang menyeleweng, pemerkosaan seorang ayah terhadap anaknya bahkan masih segar
dalam ingatan kita adanya seorang suami yang yang membunuh istrinya ayau bahkan
sebaliknya. Dari kejadian-kejadian seperti disebutkan di atas mengandung arti
bahwa rumah tangga yang dipengaruhi oleh modernisme dan sekularisme telahb jauh
dari nilai-nilai moral dan agama.
Tercabutnya
nilai-nilai moral dan agama membuat fungsi ideal keluarga (rumah tangga)
menjadi bergeser pula, yang tertinggal hanyalah fungsi seksual. Padahal fungsi
keluarga secara ideal memiliki fungsi perlindungan, fungsi pendidikan, fungsi
agama, ekonom, ppolitik, reksreasi dan fungsi reproduksi dan dari
keseluruhannya saling memeliki keterkaitan yang apabila hilang salah satu
diantara fungsi tersebut, maka fungsi keluarga secara ideal akan hilang pula
dan akan menyebabkan ketimpangan makna keluarga itu sendiri.
Ditambah
lagi dengan adanya anggapan bahwa emansipasi wanita adalah menyamakan wanita
dengan pria dalam segala-galanya, seolah-olah sedang terjadi persaingan anatara
suami da isteri yang berkarier yang
berakibat pada biasnya hak dan kewajiban antara suami dan istri , sehingga kepemimpinan dalam keluarga di
pegang oleh dua orang kepala keluarga yang kedua-duanya memilimi wewenang yang
sama, dan pada akhirnya menimbulkan krisis kepemimipinan dalam keluarga,
sertahal yang tak dapat dilupakan adalah akan terjadi keterasingan diantara
anggota keluarga (terutama pada
anak-anaknya).
Disatu
pihak, memang kita bergembira dengan adanya emansipasi wanita, karena peranan
wanita dalam pembangunan pada saat inii dapat lebih ditingkatkan, sehingga
banyak kaum wanita yang mampu berperan ganda, mereka mampu membangun keluarga
dan sekaligus berkarya untuk kemajuan bangsanya. Akan tetapi dipihak lain, yang
cukup menyedihkan adalah tidak sedikit wanita yang lari dan mengabaikan urusan
keluarganya karena mengejar kariernya.
Untuk
mengembalikan dan merekontruksi keluarga (rumah tangga) pada sebuah keluarga
yang baik, sejahtera dan bahagiayang di dalamnya terdapat ketentraman
(sakinah), penuh kash sayang (dalam bahasa Al-Quran : keluarga mawaddah wa
rahmah) yang didadasari dengan tanggung jawab setiap individu pada Allah Swt.
Tentunya harus dikembalikan pada dasarnya yaitu : Al-Quran yang di dukung oleh
As-Sunnah (hadits) sebagai bayan dari Al-Quran.
Pertanyaan
kita selanjutnya adalah bagaimana membangun keluarga didasarkan pada Al-Quran
dan As-Sunnah itu? Sebab ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah kehidupan
keluarga pun tersebar dalam berbagai surat. Sehingga apabila seseorang ingin
memperoleh gambaran bagaimana cara hidup berkelurga menurut Al-Quran secara
utuh, haruslah membaca ayat Al-Quran secara keseluruhan, serta harus mengadakan
penelitian tentang ayat- ayat Al-Quranyang berkenaan dengan kehidupan keluarga
itu, dan tak kalah pentingnya, kita pun harus
“Iin
Nuraeni”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar