Rabu, 14 November 2012

Memahami Cinta dan Benci



Sebagai seorang muslim tentulah kita pernah mendengar hadits ini kalo yang belum harap diamati secara seksama “Cintailah kekasihmu secara wajar saja,  siapa tahu suatu ketika ia menjadi musuhmu, dan bencilah musuhmu secara wajar juga, siapa tahu suatu saat ia akan menjadi kekasihmu”. Sebuah nasihat ini yang dinilai oleh sebagian ulama sebagai hadits Rasulullah saw ini merupakan sebuah petuah yang sangat bermakna bagi kehidupan.
Perasaan yang muncul dalam hati manusia merupakan sebuah naluri yang biasa kita rasakan dalam proses kehidupan yang kita jalani saat ini. Adakalanya kita dapat merasakan cinta kepada orang yang kita kasihi dan ada pula terkadang muncul rasa benci kepada seseorang yang telah membuat kita kecewa ataupun marah. Pada hakikatnya dua perasaan ini sangat terikat erat dalam kehidupan kita. Kita melewati dua perasaan ini selama kita bernafas.
Sadar maupun tak tersadar dua persaan ini berjalan beriringan dalam kurun waktu yang cukup melelahkan bagi setiap insan yang merasakn kedua-duanya, ada pula yang menikmati semua fase ini secara suka cita atas rasa syukur yang telah di berikan Allah Swt.
Cinta dan benci merupakan sebuah naluri manusia. Tidak heran agama memberikan petunjuk atau nasihat kepada umat manusia agar dapat menjadikannya sebuah pembelajaran dalam hidup. Agar apabila kita dihadapkan merasakan kedua perasaan tidak secara berlebihan karena seperti yang kita ketahui sesuatu yang berlebih-lebihan sesugguhnya sangat di benci Allah Swt.
Kita sebagai manusia memiliki kalbu yang dalam bahasa aslinya adalah “bolak-balik”. Sedikit mengupas akan hal tersebut hati manusia yang biasa kita kenal sebagai kalbu, karena hati manusia sering berubah-rubah, terkadang ke kanan dan tak lama kemudian akan beralih ke kiri. Semua itu menggambarkan bahwa hati kita banyak melewati hal-hal yang merubah kita menjadi orang yang tidak menentu atau tidak tahu menempatkan dimana kita akan singgah dalam menentukan pilihan sama dengan bila kita sebagai manusia yang tidak memiliki pegangan hidup dan tolak ukur yang pasti.
Beda halnya dengan manusia yang dapat menetaralisir akan hal tersebut manusia yang berhasil melabui hatinya yang sedang tidak konsisten dalam menentukan pilihan. Cinta dan benci mengisi suatu waktu, sedangkan waktu terus berjalan tanpa harus mengulur-ngulur. Karenanya cinta dan bencipun demikian dapat berlalu begitu saja.
Seseorang akan merasa dirinya ada bila ia merasakan adanya rasa cinta dalam diri maupun rasa cinta yang diberikan oleh orang lain kepada dirinya. Seseorang yang memiliki rasa cinta akan merasa memiliki segala yang ada dan terkadang menghiraukan sesuatu yang tidak ada dalam dirinya. Saat manusia melewati fase remaja yag biasanya identik dengan tumbuhnya rasa cinta kepada lawan jenis apalagi bila cintanya dapat terbalaskan oleh orang yang kita tuju tentu akan menampakan keadaan “ada”.
            Dan apabila cinta manusia burujung atau biasa yang kita sebut dengan putus tentu kita sebagai manusia akan merasakan ketiadaan atau hampa karena cinta yang selama ini berjalan telah the end dengan kekasih. Biasanya selesai cinta kita kepada lawan jenis tersebut akan muncul rasa benci karena merasa cinta dikhianati atau bahkan karena kecewa yang secara berlebihan. Adapula respon yang di rasakan biasa saja seolah tidak terjadi apa-apa walaupun terasa aneh masih ada yang merasakan demikian walaupun hanya dua dari sepuluh orang yang merasakan. Sama halnya dengan cinta kepada sahabat semuanya akan terasa instan karena serba cepatnya mengambil keputusan, maka yang yang terlahir serba cepat, yaitu cepat terjalin dan cepat pula terputus. Terkadang cinta yang tumbuh dalam persahabatan antar manusia khususnya orang dewasa atas dasar manfaat sehingga sifatnya sama hanya sementara.
Seperti tulisan Abu Hayyan At-Tauhidy ” perjalanan yang paling panjang adalah mencari sendiri” sedangkan menurut Aristoteles sahabat adalah anda sendiri, hanya saja angagaplah dia sebagai orang lain yang dapat mengerti kita.  Mengingat akan hal tersebut seperti yang ditegaskan dalam Al-Quran :
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS.43: 67).
Mudah-mudah kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang bertaqwa karena hanya orang yang bertaqwalah yang memiliki pegangan hidup dan tolak ukur yang pasti, yang bersumber dari Allah yang kekal. Sesungguhnya banyak pelajaran yang dapat dipetik dari segala peristiwa yang terjadi dari awal kita tahu hingga kita menjadikannya sebagai sebuah pedoman untuk bekal kehidupan yang lebih baik. Semoga dengan semua ini menjadikan kita semakin percaya akan kebenaran petunjuk-petunjuk agama. Amin ya Robbalalamin.

“Iin Nuraeni”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar