Rabu, 14 November 2012

Memahani makna Kematian



Semua mahluk yang bernyawa pastilah akan mengalami kematian, sebab kematian adalah sesuatu yang tak dapat dihindari walau sekuat apapun kita, bersembunyi dimanapun kita dan sebarapa banyak harta yang kita miliki takkan membuat kita takkan melewati fase ini. Apabila kita diberi pertayaan oleh seseorang “ untuk apa kita hidup di dunia ini?” mumngkin jawabannya : untuk mempersiapkan diri untuk menghadapi proses kematian. Membaca dan medengarkan tentang kematian saja sudah menakutkan apalagi membayangkan kematian membuat kita akan merasa miris sebab suatu saat kita akan melewatinya.
Kematian dapat di ibaratkan sebuah kota tujuan kita dalam mengarungi perjalanan kehidupan kita di bumi, maka sebelum kita menuju kesana kita seharusnya mempersiapkannya secara matang, bekal yang disiapkan untuk menempuh perjalanan ini tentu memakan banyak proses karena dengan bekal yang akan kita bawalah yang akan menentukan keadaan kita nanti. Perjalanan akan menyenangkan apabila kita menyiapkan bekal yang baik yakni : mengisi hidup ini dengan sesuatu yang bermakna. Inilah hakikat hidup sejati yang sebenarnya.
Seperti yang dikemukan bapak Filsafat Modern Cartesius yang lebih dikenal dengan Rene Descartes : sebenarnya dia seperti ingin menjelaskan bahwa hakikat hidup manusia adalah berfikir yang lebih jelasnya hakikat hidup adalah ada karena memiliki makna dan tujuan.
Kematian bukan sebuah akhir kosong yang tak bermakna untuk dilalui. Apabila kita melihat dengan mata terbuka dan memikirkannya secara positif kematian bukanakhir dari fase kehidupan, kematian hanya sebuah fase yang harus dilalui sebelum kita menjalani kehidupan yang abadi,  Inilah makna hidup di dunia. Kita sebagai seorang muslim harus mempersiapkan diri selama jiwa masih besemayam di dalam raga kita agar suatu saat malaikat maut menjemput untuk mencabut nyawa kita, kita harus benar-benar siap.
Beruntunglah sebagai umat muslim kita mengetahui makna dan tujuan kita hidup. Apabila kita tidak mengetahui akan hal tersebut sama halnya dengan kita berjalan dalam keadaan gelap gulita (tanpa cahaya). Kita sama seperti orang buta tak tahu harus melangkah kemana. Apabila kita memaksa menerobos jalan yang tanpa cahaya tentu kita harus siap mendapatkan resiko yang mungkin akan terjadi dalam perjalanan kita. Seperti resiko tersesat, tersandung batu, menginjak kerikil yang tajam atau mungkin terperosok kae dalam lubang yang sangat dalam.
Banyak kasus saudara kita yang mengakhiri hidupnya secara sia-sia, kebanyakan dari mereka adalah karena mereka putus asa dalam menjalani kehidupan, mereka menganggap kehidupan sebagai suatu beban yang harus mereka jalani. Mereka tidak tahu harus melangkah kemana akibatnya, mereka menganggap sebagai suatu ke sia-siaan. Ditengah beban dan  keputusasaan yang mereka alami banyak yang mengabil jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya.
Memahami tujuan dan makna hidup saja tidak cukup. Karena jika makna dan tujuan salah maka alih-alih dengan harapan agar sampai pada tujuan dengan membawa ke suksesan, justru kita bisa tersesat dan hancur.
Masih ingatkah kita dengan ungkapan perhatikan maknanya“ orang optimis yang menyatakan makan untuk hidup sedangka orang pesimis menyatakan bahwa hidup untuk makan”, bila kita hidup semata-mata untuk makan berarti kita sama halnya dengan hewan, mahluk yang tidak memiliki akal dan hati nurani selayaknanya manusia, tetapi bukan berari kita harus puasa seumur hidup berartei kalo begitu kita sama dengan kta bunuh diri. Kita memag butuh makan karena itu merupakan sarana untuk mempertahankan hidup.
Untuk memerjelas dari keseluruhan tidak ada manusia yang hidupa abadi, semua pasti akan mati. Bagi mereka yang meilik makna dan tujuan waktu adalah aset yang sangat berharga dalam menjalani kehidupan ini. Setiap hari, setiap jam, setiap menit maupun setiap detik. Semua itu merupakan sarana mandekatkan diri kepada Allah Swt.
Ali bin Abi Thalib berkata : “ ketika dilahirkan, engkau menangis sementara orang-orang disekitermu tertawa. berusaha berbuat baiklah selama kita hidup agar ketika kita meninggal , kita bisa tertawa sementara semua orang disekitar kita menangisi kepergiaan kita. Makna dan tujuan hidup umat Islam sebenarnya sudah jelas, untuk beribadah kepada Allah Swt. Menjalankan perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Semoga kita dapat memetik hikmah dari pengalaman yang menjadikan semua itu sebagai sebuah pembelajaran.Amin

“Iin Nuraeni”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar